Pages

Saturday, March 13, 2010

The Emotional Roller Coaster that is "Shutter Island"


Ga terasa udah 4 tahun sejak terakhir gue update blog gue tercinta ini. 4 TAHUN!! Wow. Let's see, apa aja yang terjadi selama 4 tahun ini ya... gue menikah, punya anak dan lulus pascasarjana UI sebagai psikolog. Kegiatan gue sekarang, Ibu rumah tangga hahahaha...

4 tahun. Do you know how many movies i have missed to review?!? Tons! Well, I won't be trying hard to catch up to that list. I'll just start with the movie I just recently watched, Shutter Island. I watched it last night and I still can't get it out of my head. Yes it's that good.

A psychological thriller by Martin Scorsese starring Leonardo DiCaprio, aktor kesayangannya Scorsese. This would be the 4th movie they did together, after The Aviator, The Departed and Gangs of New York. Di film ini, Leo berperan sebagai U.S Marshall (semacam polisi) yang mendatangi Shutter Island bersama partnernya (played by Mark Ruffalo) untuk menyelidiki hilangnya salah satu pasien mereka. So what is Shutter Island? Shutter Island adalah sebuah pulau kecil yang menampung sebuah institusi gangguan jiwa. Jadi the whole island consists of that one mental institution. Institusi ini menampung orang gangguan jiwa yang sangat berbahaya. Tapi mereka ga cuma menampung "orang gila biasa". Mereka menampung orang gila yang sangat berbahaya dan tidak mau diterima di tempat lain. Biasanya mereka pernah membunuh atau sangat agresif jadinya terlalu menakutkan untuk ditampung di rumah sakit jiwa biasa. Nah, plotnya adalah salah satu pasien mereka hilang, seorang ibu yang membunuh ketiga anaknya (psychoooo!!!!) Which is a huge thing mengingat hampir mustahil seorang pasien bisa hilang begitu aja di pulau sekecil itu. Terutama, karena pulau itu dikelilingi oleh batu karang yang sangat berbahaya dan satu-satunya akses keluar pulau adalah melalui Ferry, yang tentunya dikontrol sepenuhnya oleh pihak institusi. Staf udah cari keliling pulau dan si pasien ga ketemu juga. Kasus yang udah susah ini menjadi semakin susah ketika para psikiater dan staf menunjukkan keengganan untuk membantu. Hmmm...mencurigakan yah? So the plot thickens....

Nah, selama si Leo dan partnernya melakukan penyelidikan di pulau itu, si Leo mulai mengalami hal-hal aneh. Dia sering mimpi aneh dan mulai sering sakit kepala. Memorinya sebagai tentara di PD II sering muncul kembali. You can say, he was starting to become a little wacko himself. Is the case getting to him atau ada sebuah konspirasi untuk mencegahnya menyelesaikan kasus itu???? Ooooh chilling isn't it.

One thing I can say about it is, Amazing!!! I loved it. Ceritanya menarik dan cara penceritaannya sangat bagus. Filmnya sangat menegangkan. Scorsese menyajikan filmnya dengan gelap dan menyeramkan. Filmnya berkesan agak horor melalui music yang mencekam dan scene-scene yang bersifat misterius. Pokoknya berhasil keep you on your toes deh. Selain itu, Scorsese juga berhasil membuat penonton bertanya dan menebak ending dari ceritanya selama film. For me, one of the fun things about watching a movie is guessing where the story or plot is going and how the ending is going to be. Jadi gue sangat senang dengan film yang terus membuat penonton penasaran dan bertanya gimana ending dari film. And this movie was one of them. Kita terus dibuat penasaran selama film. Informasi diungkapkan sedikit-sedikit dan dengan sangat bagus. Munculnya sebuah informasi kemudian menimbulkan semakin banyak pertanyaan. We then automatically create theories and guesses. But this is a mystery movie, jadi hal seperti itu tentunya otomatis terjadi. Tapi caranya menurut gue dilakukan dengan sangat bagus. Bagi gue, menonton film ini adalah proses yang menarik just for that reason. And one thing I can't explain is the effect it had on me, emotionally. Gue ga tahu apa karena ceritanya atau adegan-adegannya atau the whole aura of the movie, yang pasti filmnya sangat berkesan. Bahkan sampai sekarang, hampir 12 jam kemudian.

Besides all that, kelebihan lain dari filmnya adalah akting Leo yang sangat bagus (bravo!), tapi ini sih gue ga heran. Sejak The Aviator, Leo udah bukan "just another pretty actor" di mata gue. Aktingnya sangat bagus membuat gue lupa akan kehebohan Titanic dan Romeo and Juliet, dimana dia terkenal karena cakepnya. Sepertinya Leo dan Scorsese memang cocok dan gue menantikan kolaborasi lebih banyak lagi dari mereka.

Anyway, I think the movie was great and I really recommend it. =)

No comments: